Jumat, 19 Januari 2018

Stop?

--Berhenti 'stalking'--

Siapa yang mau kami kepoin?
perempuan itu?
lelaki itu? 
Kamu mau tau dia lagi ngapain?
Kamu mau tau kabarnya?

Dia pengen tau nggak tentang kamu?

Udah deh, pelan-pelan coba berhenti stalking. Stalking cuma buat hati nggak tenang. Nggak nyaman.

Tanamkan dalam hati kamu, dia yang kamu kepoin nggak pengen tau dan nggak penasaran sama sekali tentang kamu. 

Kamunya aja yang ngefans sama dia. Dia? Dia nggak peduli sama sekali tentang kamu.

Dia hebat karena berhasil bikin kamu pengen tau segala sesuatu tentang dia.

Kamu bodoh karena buang waktu untuk kepoin dia yang nganggap kamu kayak upil. Pas keliatan, baru tau "Oh itu upil"
ya begitu lah kira-kira muehehe

Coba deh berhenti. Coba aja pelan-pelan. Memang susah, tapi setelah stalking apa kalian bahagia? Pastinya enggak.

Efek samping dari stalking :
1. Sakit hati
2. Nafsu makan berkurang
3. Dada sesak
4. Mual
5. Mencret (nah lo)
6. Kurang percaya diri
7. Berdosa (Karena mengumpat)

Tapi ada juga baiknya stalking, yaitu jadi motivasi untuk kita jadi pribadi lebih baik.
Misalnya aja kita stalking pacarnya mantan kita. 
Kita liat cewek itu cantik, rapi, segar. Nah kita jadi semangat 45 juga untuk mempercantik diri kan.

Tapi tetep aja lebih banyak efek sampingnya. Hmm coba pikir deh, banyak yang lebih menarik dari dia yang selalu pengen kita kepoin.

Jangan bikin dia jadi makin lebih hebat ya muehehe :)

Rabu, 10 Januari 2018

Cuek Cinta Part 1

Pagi ini begitu cerah seperti hatiku saat membuka pintu rumah. Aku sudah siap dengan handphone di tangan untuk memesan ojek online. Baru saja jempolku ingin menyentuh icon ojek online, aku di kejutkan dengan suara klakson. "Teeet teeet".
"Bima" gumamku. Dia membuka kaca mobil, "Naik" perintahnya.
Aku melihatnya dengan ekspresi kebingungan. "Kemana?" tanyaku.
"Kuliah lah, gimana sih. Cepetan!"
Aku pun mengunci pintu rumah dan langsung masuk ke mobilnya.

Saat aku menutup pintu mobil, dia menyodorkan sebuah bungkusan plastik. Aku langsung membuka bungkusan tersebut tanpa bertanya ada apa di dalamnya. Ternyata seporsi bubur ayam, satu botol air mineral dan sebungkus soya. Favoritku.

"Arigatou Bimaa, u know me so well" kataku dengan ekspresi ceria.
Dia hanya melirik ke arahku.
Bubur ayam ini sangat nikmat karena ada dia di sampingku. Dialah Bima Ghafara, sahabatku. Aku mengenalnya 3 tahun yang lalu, awal pertemuan kami diawali dengan pertengkaran, karena aku tanpa sengaja melempar sepatunya ke atas atap cafe.
Setelah hari itu kami sering bertemu walau untuk sekedar menemaninya makan.

Kami memang sering bertemu, tapi hubungan kami tidak terlalu baik. Kami selalu saja berdebat. Dia sangat menyebalkan. Ingin aku membuatnya mati..  mematikan..  mematikan rasa cinta yang tumbuh di hatiku. Iya, aku mencintainya. Aku mencintai Bima, sahabatku.

Dia memang sangat menyebalkan, dia sangat cuek, dan terkadang omongannya menyakitiku. Tapi dibalik itu semua, dia sangat memperhatikanku. Bahkan apa yang tidak aku ungkapkan, dia mengetahuinya. Tapi dia bukan dukun lho. Hanya saja dia terlalu memperhatikanku. Perhatian yang dia berikan dibumbui oleh kecuekan akut nya. Perhatian tapi cuek, agak membingungkan. Tapi begitulah Bima.

"Woi, dimakan. Jangan bikin aku rugi" dia merusak lamunanku.  "selo waee" jawabku sambil tersenyum lebar.

Akhirnya kami tiba di kampusku, tepat saat tegukan terakhir soya. "Ntar jemput ya" aku pun turun dari mobil. Baru saja aku memasuki lobi, handphoneku berdering.
'Panggilan masuk dari HANTU' terpampang di layar handphoneku. Cepat-cepat aku menjawab, "Males banget" terdengar suara dari handphoneku, lalu terputus. "Bima sakit jiwa" gumamku kesal.

'HANTU' adalah nama kontak Bima di handphoneku. Ide itu muncul karena sifat Bima yang seperti hantu, bisa tiba tiba muncul dihadapanku tanpa pemberitahuan. Seperti tadi  contohnya, tiba-tiba saja dia datang untuk menjemputku.

Aku dan Bima tidak kuliah di kampus yang sama, Bima mahasiswa di fakultas Pertanian, sedangkan aku mahasiswi di fakultas Ekonomi.

Aku mulai masuk ke kelas, seperti biasa kelas ini terlalu bising jika dosen belum masuk. Aku mulai mencari tempat untuk duduk, dan aku membuka buka instagram. "Tari" aku mengenal suara itu.  "Divaaa" balasku manja. "Udah sarapan belum? aku lapar nih" katanya. "Udah tadi. Apa kita kekantin sebentar?"  Belum sempat Diva menjawab, ibu Astri sudah memasuki ruangan. "Yahh" terdengar gumam para isi kelas.

Ibu Astri adalah salah satu dosen yang tidak diharapkan kehadirannya. Karena cara mengajarnya yang membosankan. "Kita catat sedikit ya" ibu Astri memulai kelas.
Kami mulai mencatat apa yang di diktekan ibu Astri.

"Tadi di antar Bima?" Diva bertanya sambil berbisik padaku. "Ho'oh" jawabku.
"Dia perhatian banget lho, walau dia agak sedikit kasar. Tapi sepertinya dia suka deh sama kamu Tar" Diva menggodaku.
"Aku rasa enggak deh" aku sedikit malas menanggapi godaan Diva. Diva selalu saja berkata seperti itu setiap ada cowok yang perhatian sedikit saja padaku.

Tapi aku memakluminya, Diva menyayangiku. Dia ingin ada seseorang yang mengisi hati dan hariku. Agar aku melepas masa jombloku. Itu sebabnya aku tidak pernah kesal dengannya.Diva salah satu sahabatku juga. Aku sudah mengenal Diva sejak SMA, dan kini pun kami masih bersama karena lulus di jurusan yang sama.

Akhirnya kelas ibu Astri berakhir, Diva langsung menarik lenganku keluar kelas. "Ayuk, aku lapaaar"
"Iyaiya, kita mau makan dimana?" tanyaku sambil melihat notifikasi di handphone ku. WhatsApp dari Bima "Aku nggak bisa jemput, kejebak macet"
aku membalas chat nya "Okhay, aku sama Diva ni"
Bima, katanya tadi pagi "malas banget" saat aku memintanya menjemput. Tapi dia masih mengingatku. Ahh semakin besar rasa sayangku padanya.

Akhirnya aku dan Diva memutuskan untuk makan di warung Kak Mah. Warung terdekat yang ada di sekitaran kampus. Makanannya enak dan kak Mah nya sendiri pun selalu ramah. Terkadang kami mendapat diskon karena sering makan di warungnya.

"Kak Mah, ayam penyet dua teh manis dua ya" Diva mulai memesan makanan. "Iya dek, ditunggu ya dek" jawab kak Mah dengan senyum khas nya.

Saat aku dan Diva sedang asik mengobrol, seorang cowok datang menghampiri kami. Kami tidak asing dengan cowok ini, dia adalah Deni, teman satu kampus Bima. Kami pernah benerapa kali bertemu saat aku dan Diva hangout bersama Bima.

"Berdua aja? Mana Bima?" Deni duduk di kursi kosong antara aku dan Diva. "Bima nggak ada jadwal kuliah hari ini" jawab Diva.

"Sendiri aja Den? udah pesen makanan?" Sebenarnya aku hanya sekedar ber basa-basi. Aku terganggu dengan kehadiran Deni. Karena setiap kami bertemu, dia selalu menatapku, bahkan saat tidak ada pembahasan, matanya tidak berpaling dariku. Apa dia menyukaiku? atau hanya perasaanku saja? Semoga hanya perasaanku saja.

Bersambung ke Part 2 ..

Senin, 08 Januari 2018

Aku rindu

Cuaca malam ini sedikit panas, iya panas. Malam kok panas? tapi memang seperti itu. Cuaca panas dan semakin panas lagi aku mendengar adikku berbicara sendiri. "Aktiva tetap. Aset tetap" "Lho ini dari mana?" "kok bisa hasilnya begini?" "ini datang darimana?" .
Perlu kalian ketahui, dia berbicara sendiri bukan karena ada kelainan jiwa, tapi karena besok adalah hari penting untuknya. Ujian lisan! Mendengar ocehan nya, aku hanya bisa diam. Ingin rasanya merespon, tapi apalah dayaku, melihat buku yang penuh dengan angka itu saja aku sudah merasa mual. Aku tidak mengerti sama sekali, dan angka-angka itu juga mengingatkanku pada seseorang. Seorang lelaki yang bagiku sangat tampan, rapi, dan berwibawa.

Tiba-tiba saja pikiranku kembali ke masa dimana aku masih bisa bertemu dengannya. Saat itu aku kuliah di jurusan Akuntansi, aku sama sekali tidak menyukai akuntansi. Bagiku akuntansi sangat mengerikan. Berbeda dengannya, dia sangat menyukai akuntansi. Bahkan dia sering menjuarai lomba akuntansi di kota kami.

Kami mulai berteman, dia seorang lelaki yang aneh, dia cuek, tapi dia juga bisa menjadi sangat cerewet. Aku menyukainya dalam diam. "Dia teman baikku" itu yang selalu ada di dalam kepalaku.

Setiap ada tugas akuntansi, aku sangat senang. Karena berarti aku bisa bertemu dengannya. Aku memintanya untuk mengajariku. Ya ekspetasinya 'Mengajari', tapi realitanya tugasku dia yang mengerjakannya 😆 Bukan karena aku malas lho, tapi dia yang pantang diganggu jika sedang berlaga dengan akuntansi.

Akhirnya aku hanya melihat ekspresi seriusnya. Aku senang melihatnya. Dia terlihat tampan saat mengerjakan tugas akuntansi daripada saat dia tersenyum.

Sebenarnya aku ingin selalu melihat ekspresinya itu. Tapi kecelakaan telah merenggut nyawanya. Hanya sebentar saja aku bisa mendengar omelannya. Akhirnya semua tinggal kenangan.

Tatapan marahnya, genitnya, suaranya, semua jelas muncul di pikiranku. Ingin rasanya berkata "andai saja .." tapi aku harus terima, bahwa ini memang sudah ditakdirkan oleh Nya.

Aku rindu.